Kamis, 12 November 2009
Setiap calon investor yang ingin menanamkan modal di proyek infrastruktur akan menghadapi lima jenis risiko. Pemerintah menjamin tetap ada kepastian sehingga pelaku usaha mampu membuat penghitungan yang jelas atas investasi yang dibuatnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hal itu di Singapura, Rabu (11/11), saat berbicara dalam salah satu sesi Pertemuan Tingkat Tinggi Infrastruktur yang digelar Bank Dunia, Pemerintah Singapura, dan harian Financial Times.
Kelima jenis risiko itu adalah, pertama, risiko pergerakan mata uang yang bisa menyebabkan tambahan beban keuangan pada proyek yang dibiayai oleh sumber dana dari luar negeri. Kedua, risiko penambahan ongkos investasi saat proyek mulai berjalan, antara lain masalah pengadaan lahan untuk jalan tol.
Ketiga, risiko kekurangan arus kas pada perusahaan akibat penempatan dana pada proyek infrastruktur yang jangka panjang.
Keempat, risiko politik yang bisa memengaruhi tingkat harga dan tarif, antara lain tarif listrik dan air minum. Kelima, risiko kompetisi yang muncul dalam tender.
Perusahaan penjaminan
Menurut Sri Mulyani, pemerintah telah menyediakan berbagai jaminan agar risiko-risiko tersebut dapat diminimalisasi.
Untuk risiko penambahan ongkos investasi, terutama pengadaan lahan, pemerintah telah menetapkan jaminan jika harga lahan yang dibebaskan meningkat 10 persen dari harga normal.
Selain itu, dalam APBN 2009 pemerintah juga menyediakan dana Rp 1 triliun untuk membentuk perusahaan penjamin infrastruktur. Tujuannya, menjamin seluruh risiko yang mungkin timbul dari proyek infrastruktur, termasuk risiko politik.
Kebutuhan investasi di bidang infrastruktur di Indonesia Rp 1.429 triliun pada 2010-2014. Namun, pemerintah hanya sanggup menutup sekitar 15 persen. Menteri Keuangan meminta Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) memberikan komitmen pembiayaan yang lebih besar untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Pada sesi yang sama, Presiden ADB Haruhiko Kuroda menyebutkan, kebutuhan pembiayaan proyek infrastruktur di Asia mencapai 700 miliar-800 miliar dollar AS per tahun. Namun, ADB baru bisa memberikan pembiayaan senilai 8 miliar dollar AS per tahun. Oleh karena itu, pembiayaan utama untuk infrastruktur tetap berasal dari kalangan swasta.(Orin Basuki dari Singapura)
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar